Thursday, July 18, 2013

Meteo #5 - Membuka dan Menganalisis Banyak Data SDF/NetCDF di GrADS (Bagian 1)

NetCDF (Network Common Data Form) atau yang biasa disingkat "nc" adalah salah satu format data yang paling populer di dunia saintifik, terutama untuk ilmu kebumian yang banyak menggunakan array/matriks untuk data spasial yang digunakannya. Oleh sebab itu, tidak aneh kalau  nc menjadi salah satu format data yang paling banyak didukung oleh perangkat lunak saintifik, mulai dari GrADS sampai ArcGIS.

Khusus untuk GrADS, data nc merupakan salah satu format data yang paling sering digunakan, karena kemudahan yang diberikannya. Data binary biasa umumnya membutuhkan control file (file ctl dalam format ASCII) terpisah untuk "memberi tahu" GrADS akan informasi dimensi dan variabel dari data tersebut. Nah, data nc umumnya sudah mengandung informasi dimensi dan variabel tersebut (tersimpan pada header data nc), sehingga pengguna tidak perlu lagi membuat control file untuk membuka data nc. Dengan kata lain, data nc lebih mudah digunakan karena kemampuannya untuk "memberi tahu" GrADS tentang dimensi dan variabel dari data yang dikandungnya tanpa bantuan pengguna. Data-data semacam inilah yang disebut sebagai Self-Describing File atau SDF.

Membuka data SDF di GrADS pada umumnya sangat mudah, karena prosesnya hampir sama dengan membuka file binary biasa. Bila file binary biasa dibuka dengan perintah open, maka SDF dibuka dengan perintah sdfopen.


Gambar di atas adalah salah satu contoh SDF dalam format nc yang dibuka dengan GrADS. Setelah SDF dibuka, proses selanjutnya tidak berbeda dengan data binary biasa. Anda bisa mengatur dimensi yang ditampilkan, menampilkan data, melakukan perhitungan statistik dan lain-lain seperti biasa.

Walaupun kelihatannya mudah, membuka SDF kadang bisa membuat dahi berkerut, terutama bila SDF yang dibuka jumlahnya lebih dari satu atau memiliki perbedaan dimensi waktu antara satu sama lainnya. Pada tulisan kali ini, saya akan berbagi cara untuk membuka dan menganalisis banyak file SDF/NetCDF pada GrADS, berdasarkan pengalaman pribadi saya dalam "berurusan" dengan file-file tersebut :-)

--------------

Kasus #1 :  Dua file data SDF/NetCDF dengan variabel berbeda dan dimensi waktu yang sama

Misalnya anda punya dua file nc yang berisi data kecepatan angin zonal (u-wind) dan meridional (v-wind), maka anda bisa menampilkan keduanya dalam bentuk vektor untuk mengetahui arahnya. Contoh :

ga-> sdfopen uwnd.2012.nc
ga-> sdfopen vwnd.2012.nc
ga-> set lon 90 145
ga-> set lat -11 11
ga-> d uwnd.1;vwnd.2

Akan menghasilkan :



Perhatikan pada jendela command prompt di atas, setelah kita membuka SDF kedua, akan ada pernyataan berikut :

SDF file vwnd.2012.nc is open as file 2

Maksud penyataan ini jelas, vwnd.2012.nc dibuka sebagai file no.2. Informasi nomor file ini perlu dicantumkan ke tiap perintah GrADS selanjutnya. Bila anda tidak mencantumkannya (misalnya menuliskan d uwnd;vwnd saja), maka GrADS akan mencari variabel vwnd di file no.1 (dalam hal ini uwnd.2012.nc), yang hanya berisi variabel uwnd, dan berakibat munculnya pesan kesalahan karena GrADS tidak menemukan variabel vwnd yang dicari di file tersebut. Perintah d uwnd.1;vwnd.2 akan memerintahkan GrADS untuk menampilkan variabel uwnd dari file no.1, dan vwnd dari file no.2.

Kasus ini adalah kasus yang paling mudah dalam menampilkan lebih dari satu data NetCDF. Saya bilang mudah, karena kedua data, walaupun memiliki variabel berbeda, namun keduanya memiliki dimensi ruang dan waktu yang sama.

Pada tulisan berikutnya, saya akan mengulas cara membuka dan menampilkan data SDF/NetCDF yang memiliki dimensi yang berbeda.

Bersambung ... 

Wednesday, July 10, 2013

Meteo #4 - Cara Menyimpan Nilai Variabel GrADS ke File Teks/ASCII

Salah satu masalah yang seringkali dihadapi oleh para pengguna GrADS adalah pengolahan data dalam format teks. Contoh kasus, anda ingin mengolah data curah hujan TRMM atau GSMaP (dalam format binary atau NetCDF) dan menampilkannya ke dalam bentuk time series. Setelah grafik time series muncul di layar, anda mungkin berpikir, bagaimana kalau data hujan tadi dibandingkan dengan data time series yang lain, seperti indeks IOD atau NINO3.4. Masalahnya, format data indeks-indeks tadi adalah ASCII sedangkan data hujannya adalah binary. 

Ada dua cara, pertama, mengubah data time series indeks tadi ke format binary kemudian menampilkannya bersama data hujan di GrADS, atau yang kedua, mengubah data time series hujan tadi ke format ASCII, kemudian menampilkannya bersama data indeks di software lain seperti Excel atau Surfer. Saya lebih suka cara kedua. Alasannya jujur saja, Excel jauh lebih mudah digunakan dibanding GrADS. Opsi grafik di Excel juga lebih banyak. Jadi kita bisa menampilkan data time series dengan lebih mudah dan lebih menarik.

Pada tulisan kali ini, saya akan mengulas cara kedua, yaitu menyimpan data variabel atau hasil pengolahan pada GrADS ke dalam format file ASCII, sehingga bisa ditampilkan ke software statistik lain seperti Excel, Surfer, SPSS, atau sekedar Notepad.

Pertama, siapkan file data yang ingin anda buka atau olah dengan GrADS. Formatnya terserah, bisa plain binary, NetCDF, Grib, HDF atau yang lain. Yang penting masih bisa buka dengan GrADS.

Kedua, anda membutuhkan script fprintf.gs yang berisi fungsi untuk menyimpan argumen/variabel GrADS ke dalam file teks. Bila anda menggunakan OpenGrads di Windows, script ini berada dalam direktori C:\OpenGrADS\Contents\Resources\Scripts. Bila anda menggunakan GrADS di Linux (instalasi via Synaptic Package Manager), kemungkinan script ini belum tersedia. Bila memang belum ada, anda bisa menyalin script tersebut pada akhir tulisan ini.

Ketiga, tampilkan variabel atau hasil pengolahan data yang ingin anda simpan ke file ASCII. Misalnya, saya ingin menampilkan data time series dari data curah hujan harian GSMaP NRT di daerah 90E-110E, 10S-0S pada bulan Juni 2013.

ga-> open GSMaP_NRT.daily.00Z-23Z.ctl
ga-> set x 1
ga-> set y 1
ga-> set time 1jun2013 30jun2013
ga-> define chaave=tloop(aave(precip,lon=90,lon=110,lat=-10,lat=0))
ga-> d chaave

Normalnya, hasil yang akan muncul pada GrADS adalah seperti ini :


Langkah berikutnya, menyimpan data time series yang sudah ditampilkan GrADS ini ke file ASCII. Untuk melakukan hal tersebut, yang paling dibutuhkan adalah variabel atau argumen dari data yang ditampilkan sebelumnya, dalam hal ini adalah : chaave

Yang perlu diperhatikan, script fprintf.gs akan menyimpan isi dari variabel chaave tadi ke file teks dengan memanfaatkan perintah set gxout print dan set prnopts pada GrADS. Hal ini akan membuat GrADS mengubah mode grafik ke dalam mode teks, lalu menyimpan variabel/argumen GrADS ke file teks. Sebelum menggunakan script, tentukan format file teks yang anda inginkan dengan perintah set prnopts. Misalnya, saya ingin menyimpan isi variabel chaave ke data teks dengan 1 data per record (1 kolom per baris). Ketikkan :

ga-> set prnopts %g 1 1

Untuk info lebih lanjut tentang perintah set prnopts, silakan baca GrADS manual aja ya :-)

Langkah terakhir, tinggal jalankan script fprintf.gs dengan syntax :

fprintf <variabel/argumen> <nama file teks atau ASCII>

Untuk kasus kita, misal file ASCII-nya adalah testlagi.txt contohnya penulisannya adalah :

ga-> fprintf chaave testlagi.txt

Bila prosesnya lancar, GrADS akan menginfokan bahwa file teks tersebut berhasil dibuat. File tersebut sudah bisa dibuka dengan menggunakan software lain seperti Excel atau pengolah kata sederhana seperti Notepad.


Bila dibuka dengan Excel, lalu dibuat grafik hasilnya seperti ini : 


Selanjutnya anda bisa menambahkan data lain (misal indeks IOD dll) ke dalam grafik tersebut untuk analisis lebih lanjut. 

Mudah kan ? Semoga bermanfaat :-)

-------------------------------------------

Script fprintf.gs (copy setelah baris ini).

function fprintf(args)
* Command line argumets
* ---------------------
  expr = subwrd(args,1)
  file = subwrd(args,2)
  format = subwrd(args,3)
  numl = subwrd(args,4)
  numb = subwrd(args,5)
  u = subwrd(args,6)
  if ( file='' )
    say ''
    say 'NAME'
    say '     fprintf - print GrADS variables to a text file'
    say ''
    say 'SYNOPSIS'
    say '     fprintf  expr  txtFile  [format numl numb [u]]'
    say ''
    say 'DESCRIPTION'
    say '     Evaluates the contents of the GrADS expression *expr* writing'
    say '     its values to a formatted text file *txtFile*. On output, the'
    say '     number of values and the undef values are returned; a negative'
    say '     number of values signals an error condition.'
    say ''
    say '     Unlike the output of *set gxout print*, the resulting ASCII'
    say '     file has only the data values and *no header*.'
    say ''
    say 'OPTIONS'
    say '     The optional parameters are the same as the ones required by'
    say '     the GrADS command *set prnopts*, namely'
    say '     format   a C language template for formatting ASCII output.'
    say '              Default is %g.'
    say '     numl     number of values to print per record. Default is 8.'
    say '     numb     number of blanks to insert between values. Default is 1.'
    say '     u        print "Undef" instead of the numerical value for'
    say '              missing data.'
    say 'BUGS'
    say '     The GrADS expression cannot have spaces in it.'
    say ''    
    say 'COPYRIGHT'
    say '     This script has been placed in the public domain'
    say ''
    return
  endif
* Set the display environment and produce buffered ASCII output
* -------------------------------------------------------------
  'set gxout print'
  if ( format != '' )
    'set prnopts ' format ' ' numl ' ' numb ' ' u ' '
  endif
  'display ' expr
   if ( rc!=0 ); return -1; endif
*  Get rid of header line: Printing Grid -- 3358 Values -- Undef = 1e+20
*  but record number of values and undef values for later reference
*  ---------------------------------------------------------------------
   buffer = result
   i = 1; line = sublin(buffer,i)
   n = subwrd(line,4)
   undef = subwrd(line,9)
* Now write the data values to text file: first line...
* -----------------------------------------------------
  i = 2; line = sublin(buffer,i)
  if ( write_(file,line) > 0 ); return -2; endif
* Append subsequent lines
* -----------------------
  i = i + 1; line = sublin(buffer,i)
  while ( line != '' )
    if ( write_(file,line,append) != 0 ); return -3; endif 
    i = i + 1; line = sublin(buffer,i)
  endwhile
  if ( close(file) != 0 ); return -4; endif
* All done
* --------
  say 'wrote ' n ' values to file "' file '"'
  return n ' ' undef ' ' 
function write_(file,line)
   rc = write(file,line)
   return subwrd(rc,1)
   


Tuesday, July 9, 2013

Gunpla #21 - MG Buster Gundam Review


Buster. My second MG kit. I've loved the design since the first time I watched SEED series. Two big guns, dual misile pods and cool military scheme, this is truly one of the best artillery-type Gundams other than Heavyarms from Wing series. I bought this kit together with Blitz at Yodobashi-camera Yokohama during my stay in Japan last month. As the other remastered MG from SEED, the boxart of Buster is just awesome !

The boxart is just awesome !
I could only build Buster at night after works, hence it took one week for me to finish the kit. There are 13 runners, less than Duel, but there are more details on Buster armors. The inner frame looks similar, but Buster's armors have greater amounts of panel line and segments. One of the most detailed parts is the leg. It took several hours for me, just for building a pair of Buster's legs. Such a pain in the ass if I recalled the time I spent for its HG version. But in my opinion, the sexiest part of Buster is its shoulder. There are two huge missile pods, with 6 missiles for each pods. Yeah, they are less than Heavyarms has, but aesthetically, Buster looks better in term of militaristic theme than the former.  

Big shoulders with even bigger missile pods.
Even though Buster's not equipped with short range weapons such as beam sabers,  you'll get two big guns as the main accessories, and I meant it .. they're truly BIG !  The 350mm gun launcher and 94mm high energy rifle are equipped on the right and the left side of Buster body respectively. You could choose to use one of them or wield them both. And of course, you could also combine the guns to form an Anti-armor shotgun or Hyper-impulse long range energy rifle. Personally, I prefer Buster wields the anti-armor shotgun, as shown on the MG box art. 


Speaking about the decals, you'll get one clear sticker and one dry transfer. Different with its brother unit, Duel, I found no trouble for decaling Buster. The decals simply make Buster looks even much cooler than before ! I really like the decals on one of Buster's arms which shows its OS : "GUNDAM" (as for SEED series, it stands for General Unilateral Neuro - Link Dispersive Automatic Maneuver). 


OK. Now, about the complaints. Well ... there are some parts which easily falling off whenever I posed the Buster. The first and the most irritating ones were side skirts. Buster is usually posed with its huge guns, hence, the legs are usually posed with an "open-wide" stance to balance the weight from the guns. On the other hand, the side skirts tend to slide out from their frames whenever I posed the legs. One of the solutions is to use lower crotch connection for more maneuverable stances. I also plan to use power glue for the side skirts. I will do the same for any other parts which keep fall off, such as the head crest and U-shape parts of Buster guns.

Articulation. It's really AMAZING !! Just look at the pictures below and you'll now why Buster has become one of the best kit of 2012. No complaints here.   












   
Closing remarks. Buster is one of my favorite mobile suits of all time (i have both HG and MG). There are many good things and few bad things about this kit. If you're a fan of SEED series, I could assure you that this guy is a MUST BUY kit for your collection.

-------------------------------------

GAT-X103 Buster Gundam (Master Grade)

Pros :
  • Cool military design
  • Two big guns and Two big missile pods with so many play options
  • Tons of details (especially for panel lines and decals)
  • One of the best articulated kit Bandai ever released
Cons :
  • Side skirts, head crest and some of the guns parts keep falling off easily.
  • No short range weapons and shield.


Monday, July 8, 2013

Meteo #3 - Indian Ocean Dipole dan Fenomena Kemarau Basah 2013

"Kenapa bulan juni masih sering hujan ?". "Kok musim kemarau banyak hujan ?".

Ini pertanyaan-pertanyaan klasik, dan biasanya ditanyakan berulang setiap tahun. Mayoritas masyarakat kita umumnya masih beranggapan (baca: 'terdoktrin') bahwa musim hujan itu identik dengan banyak hujan, dan kemarau dengan jarang hujan. Padahal, dalam beberapa dekade terakhir, banyak ditemukan fenomena cuaca dan iklim di wilayah kita yang bisa dibilang menyimpang dari kaidah-kaidah 'musiman' yang umumnya dikenal masyarakat, misalnya Madden-Julian Oscillation (MJO), Indian Ocean Dipole (IOD) dan lain-lain. Pada saat fenomena-fenomena ini terjadi, musim hujan bisa jadi 'kering', dan musim kemarau bisa jadi 'basah'. Dalam tulisan kali ini saya akan sedikit bercerita tentang Indian Ocean Dipole atau yg beken disebut IOD, serta pengaruhnya terhadap cuaca dan iklim di Indonesia.

Apa itu IOD ?

Sebelum penjelasan yg lebih rumit, mungkin anda pernah mendengar tentang El-Nino (ENSO) ? Simply speaking, IOD ini kurang lebih sama dengan ENSO. Perbedaannya adalah, kalau ENSO dibangkitkan di Samudera Pasifik, maka IOD mengambil tempat di Samudera Hindia. IOD ini sendiri termasuk fenomena yang baru ditemukan (dipublikasikan oleh Dr. N. Hameed Saji dkk. tahun 1999), jadi anda nggak usah minder kalau memang belum pernah dengar (:-P).

IOD adalah fenomena lautan-atmosfer di daerah ekuator Samudera Hindia yang mempengaruhi iklim di Indonesia dan negara-negara lain yang berada di sekitar cekungan (basin) Samudera Hindia (Saji et al., Nature, 1999). Sesuai namanya, IOD dikarakteristikkan oleh anomali suhu muka laut atau SST (Sea Surface Temperature) antara 'dua kutub' Samudera Hindia, yaitu Samudera Hindia barat (50E-70E,10S-10N) dan tenggara (90E-110E,10S-0S). Perbedaan anomali SST antara dua daerah ini disebut sebagai Dipole Mode Index (DMI), dan digunakan untuk mengukur kekuatan dari IOD itu sendiri. Periode di mana DMI bernilai positif umumnya disebut sebagai periode IOD positif (IOD+), dan sebaliknya, ketika DMI bernilai negatif disebut periode IOD negatif (IOD-). 

Seperti halnya ENSO, IOD juga sangat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim di Indonesia. 

Pada periode IOD+, perairan di Samudera Hindia bagian tenggara umumnya lebih "dingin" (suhu lebih rendah dari rata-rata), di mana perairan di Samudera Hindia bagian barat akan lebih "hangat" (suhu lebih tinggi dari rata-rata). Akibatnya, konveksi (yang merupakan proses awal terbentuknya awan dan hujan) akan bergeser dari Samudera Hindia bagian timur ke arah barat, dan membawa banyak hujan ke bagian timur benua Afrika. Di sisi lain, daerah Samudera Hindia bagian timur yang "ditinggal lari" konveksi tadi (seperti Indonesia) akan menderita kekeringan. 


Karakteristik periode IOD- adalah kebalikan dari IOD+. SST di Samudera Hindia bagian tenggara akan lebih hangat, sementara di bagian barat akan lebih dingin, sehingga konveksi akan bergerak ke arah timur. Hal ini akan berakibat pada kekeringan di Afrika bagian timur dan curah hujan yang meningkat di Indonesia, terutama Indonesia bagian barat yang berdekatan dengan Samudera Hindia. 


Sekarang mari kita kaitkan IOD dengan fenomena "kemarau basah" yang terjadi pada pertengahan tahun ini. 
Gambar di atas menunjukkan anomali SST dan medan angin rata-rata  pada level 850 hPa untuk bulan Juni 2013.  Kontur dengan shade merah menunjukkan anomali positif, sedangkan biru menunjukkan anomali negatif. Terlihat jelas bahwa bulan Juni 2013 adalah periode IOD-, di mana SST di daerah Samudera Hindia barat lebih dingin dari SST rata-rata (SST klimatologi), sementara SST di daerah Samudera Hindia Tenggara (terutama di perairan Indonesia) lebih hangat. Hal ini menyebabkan  konveksi akan bergerak ke timur menuju wilayah Indonesia, dengan kecepatan angin mencapai 20 m/detik. Lalu bagaimana pengaruhnya terhadap curah hujan di Indonesia ? 
Gambar di atas menunjukkan curah hujan dan medan angin rata-rata dengan periode yang sama dengan anomali SST di gambar sebelumnya. Dari gambar terlihat hujan lebih terkonsentrasi pada Samudera Hindia timur dan tenggara, dibandingkan dengan samudera Hindia bagian barat yang curah hujannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa IOD merupakan salah satu faktor utama penyebab tingginya curah hujan di Indonesia bagian barat pada bulan Juni 2013.

Pertanyaan berikutnya adalah, seberapa besar pengaruh IOD terhadap curah hujan di Indonesia dari waktu ke waktu ?

Gambar di atas adalah grafik time series dari DMI dan curah hujan di Samudera Hindia tenggara (90E-110E, 10S-0S), yang mencakup wilayah Indonesia bagian barat, sejak Januari 2012 sampai Juni 2013. DMI mulai bernilai negatif sejak awal Mei 2013 hingga mencapai nilai terendah (dalam 1,5 tahun terakhir) pada bulan Juni 2013, yang diikuti oleh peningkatan intensitas hujan pada periode tersebut. Kondisi lebih ekstrim bisa kita lihat pada bulan Agustus - Oktober 2012. Bulan September - Oktober sejatinya adalah periode peralihan antara musim kemarau dan hujan, di mana fenomena cuaca lokal seperti Thunderstorm akibat siklus diurnal mendominasi wilayah Indonesia bagian barat. Jadi pada kondisi normal, curah hujan pada bulan-bulan tersebut seharusnya mulai meningkat sebelum memasuki musim hujan. Namun, akibat IOD+, curah hujan pada bulan tersebut menjadi sangat rendah.

Dari gambar juga terlihat bahwa tidak selamanya IOD berpengaruh terhadap intensitas curah hujan. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh fenomena lain seperti Monsun, Madden-Julian Oscillation (MJO), Kelvin Wave dll. Fenomena yang dominan umumnya ditentukan berdasarkan indeks yang bersangkutan. Jadi tidak usah heran kalau pada musim hujan terkadang tidak hujan, dan sebaliknya, musim kemarau malah sering hujan, karena fenomena cuaca di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh Monsun yang umumnya lebih populer di masyarakat.

Pada bulan Mei-Juni 2013, pengaruh IOD- bisa dikatakan dominan karena periode tersebut seharusnya merupakan  awal musim kemarau, sementara fase basah akibat MJO umumnya hanya berlangsung 1-2 minggu, yang diikuti oleh fase kering. Saya belum sempat menganalisis pengaruh fenomena lain yang siklusnya lebih rendah seperti Kelvin wave, Rossby wave dll. Namun berdasarkan data dan hasil analisis sementara, fenomena kemarau basah tahun ini memang lebih condong disebabkan oleh IOD.

Untuk sementara cukup sekian paparan mengenai IOD dan kontribusinya terhadap fenomena 'kemarau basah' tahun ini. Semoga memberi pencerahan kepada pembaca. Kritik dan saran yang membangun bisa ditulis pada bagian komentar atau di email langsung ke ardhi108@yahoo.com.

Terima kasih.

-ardhi-
-------------------

Acknowledge and notes :
  • NOAA_OI_SST_V2 data provided by the NOAA/OAR/ESRL PSD, Boulder, Colorado, USA, from their Web site at http://www.esrl.noaa.gov/psd/.
  • GSMaP NRT data provided by JAXA, Japan, from their Web site : http://sharaku.eorc.jaxa.jp/GSMaP/index.htm.
  • The first and second image about IOD in this post were acquired from http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/e/iod/about_iod.html
  • Tulisan ini juga bisa dibaca pada http://infohujan.wordpress.com

Thursday, June 27, 2013

Revisi #2 - The (Almost) Never-Ending References

Ini dia salah satu bagian paling sukar dalam menulis paper: studi referensi. Sukarnya lebih dikarenakan kita harus membaca dan mengerti studi-studi terdahulu yang berhubungan dengan riset yang sedang kita lakukan. Untuk keperluan itu, aku coba merangkum hasil studi-studi terdahulu supaya lebih efektif.

DIURNAL CYCLE

FUJITA et al. (2010) : Diurnal Convection Peaks over the Eastern Indian Ocean off Sumatera during Different MJO Phases
  • Meneliti tentang karakteristik puncak konveksi diurnal di samudera Hindia timur, sekitar lepas pantai sebelah barat pulau Sumatera pada tiap fase MJO.
  • Observasi dengan menggunakan GPS, TRMM PR 3B42.
  • Puncak konveksi diurnal terlihat jelas (by satellite) di atas pulau sumatera pada malam hari, di mana pergerakan konveksi menuju samudera Hindia teramati pada dini hari.
  • Uap air berkurang secara drastis sejak sore hingga tengah malam di atas daratan. Pada tengah malam sampai dini hari, uap air meningkat di lepas pantai bagian barat ketika konveksi berpindah dari daratan.
  • Pada P2 dan P3, atmosfer di atas samudera hindia timur banyak mengandung uap air, di mana BMI cukup menerima radiasi matahari pada kondisi yang tenang. Kondisi ini mendukung pengembangan dua puncak konveksi diurnal: konveksi di sore/malam hari di atas daratan yang disebabkan oleh pemanasan akibat radiasi matahari, dan konvenksi di malam/dini hari di atas lautan yang dipacu oleh konvergensi antara angin baratan di level rendah dengan angin darat. 
NITTA & SEKINE (1994), OHSAWA et al. (2001) :
  • Aktivitas konvektif di  banyak daerah BMI mengikuti siklus diurnal yang jelas.
  • Observasi menggunakan data satelit. 

MORI et al. (2004) : 
  • Meneliti karakteristik curah hujan regional di sekitar Sumatera dengan data PR TRMM.
  • Curah hujan di wilayah sumatera mengikuti pola siklus diurnal yang jelas.
  • Sistem curah hujan pertama kali dibangkitkan pada sore hari di sekitar pegunungan barat daya dekat pantai barat sumatera (bukit barisan), lalu bergerak menuju daerah pedalaman dan pantai di pagi hari.
SAKURAI et al. (2005) :
  • Meneliti pergerakan konveksi di sekitar Sumatera dengan menggunakan data TBB ekivalen dari GMS.
  • Konveksi di sekitar pegunungan bergerak menuruni gunung (leeward).
  • Konveksi kebanyakan bergerak ke arah barat sepanjang tahun, kecuali pada saat monsun musim panas ketika konveksi bergerak ke arah timur akibat pengaruh angin baratan.
ICHIKAWA & YASUNARI (2006) :
  • Meneliti karakteristik waktu-ruang dari curah hujan diurnal di pulau Kalimantan dan lautan di sekitarnya dengan menggunakan data TRMM PR.
  • Sinyal propagasi dari siklus diurnal sangat bergantung pada angin zonal pada level rendah.
  • Pada tengah malam hingga pagi hari, sistem curah hujan bergerak ke arah barat ketika angin timuran level rendah dominan di sekitar pulau, dan bergerak ke arah timur ketika angin baratan dominan di sekitar pulau.
MADDEN-JULIAN OSCILLATION

MADDEN & JULIAN (1971, 1972 1994) :
  • MJO adalah mode variabilitas (intraseasonal) yang paling dominan di daerah tropis dengan periode 30-60 hari.
  • Konveksi MJO biasanya bermula di atas daerah ekuator samudera hindia. 
  • Daerah konvektif MJO bergerak ke arah timur melintasi BMI menuju samudera pasifik, yang dibarengi aktivitas konvektif yang kuat (deep) di belahan bumi sebelah timur.
SUI & LAU (1992), JOHNSON et al. (1999) :

  • Siklus diurnal SST dan konveksi tropis yang kuat di daerah tropis sangat dipengaruhi (diatur) oleh MJO
TIAN et al. (2006) :
  • Siklus diurnal dari konveksi kuat di daerah tropis diperkuat di atas daratan dan lautan ketika terjadi MJO, dan diperlemah pada saat fase kering MJO.
ICHIKAWA & YASUNARI (2007) :
  • Meneliti gangguan diurnal yang dibawa MJO di daerah BMI.
  • Siklus diurnal menjadi lebih jelas pada saat MJO melintas dan gangguan diurnal yang bergerak ke timur mendominasi sebagai bagian dari struktur internal dari sistem konveksi skala besar dari MJO.


To be continued .... 

Wednesday, June 19, 2013

Revisi #1 - Area of Study ... Ribet

Setelah 'dibantai' di Jepang kemarin, aku memutuskan untuk lebih berhati-hati menuliskan apa yang akan dimasukkan dalam paper nanti. Dua kata kunci sang mentor yang paling kuingat ketika itu adalah "Make it simple !" dan "Everything you write has its own reason !!", dan itulah yang sudah kukerjakan dalam tiga hari terakhir.

Salah satu komentar terpedas saat diskusi itu adalah peta daerah studi yang kumasukan dalam draft paper. 



Pemakaian warna dan shading yang berlebihan, simbol yang kekanak-kanakan, tidak ada inset, nihil koordinat dan penggunaan huruf yang keliru menjadi alasan utama kenapa gambar di atas dikritik habis-habisan. Oh iya, penggunaan gambar macam itu juga berpotensi menguras kantong, karena gambar berwarna biasanya akan dimintai biaya tambahan.

Jadi ... tiga hari terakhir kuhabiskan untuk mencari cara membuat peta daerah studi yang lebih simpel, tapi padat informasi, dan kalau bisa greyscale saja, dengan software meteo sejuta umat : GrADS. Karena ini pertama kalinya aku membuat peta topografi di GrADS (sebelumnya pake ArcGIS, Surfer, Global Mapper dll), aku sempat dibuat frustrasi karenanya. Jangankan membuat peta, mencari datanya saja susah. 

Mungkin lebih dari 5 jenis data topografi yang coba aku download nggak ada yg cocok, mulai dari format, resolusi dll. Setelah hari pertama berlalu tanpa hasil apa-apa, akhirnya harapan itu datang di hari kedua. Tanpa sengaja, aku menemukan data ETOPO2 di NOAA, dengan format binary yang memang "bersahabat" dengan GrADS. Walaupun sempat bingung karena masalah koordinat peta yang terbalik, akhirnya peta topografi yang ditunggu-tunggu muncul juga.


Setelah sukses menampilkan peta topografi di hari kedua. Hari ketiga (hari ini) kuhabiskan untuk fokus ke daerah studi dari riset paper: Sumatera Barat. Alhamdulillah, tidak ada masalah berarti, karena referensi dari paper-paper sebelumnya sudah banyak. Kuputuskan untuk menggunakan data ETOPO1 yang merupakan penyempurnaan dari ETOPO2. Lumayan melelahkan, dan butuh kurang lebih 60 baris GrADS script untuk menampilkan peta seperti yang disarankan sang mentor. Inilah hasilnya :


Hmmm ... memang benar kalau kerja keras itu tidak sia-sia, dan aku benar-benar puas dengan apa yang sudah kulakukan dalam tiga hari ini. Pekerjaan selanjutnya adalah membaca minimal 2 paper sehari dan memperbaiki konten yang lain. 

Semangaaaaaaat !!!!

Tuesday, June 18, 2013

Meteo #2 - Menampilkan Data Topografi/DEM dengan GrADS

Sebelum lanjut, mungkin ada yg bertanya, buat apa menampilkan data topografi dengan GrADS ? Kenapa nggak pakai pengolah citra seperti ArcGIS ? Saya punya beberapa jawaban bagus untuk pertanyaan-pertanyaan ini :
  1. Bila anda membuat scientific paper, tentunya salah satu bagian penting di dalamnya adalah menampilkan peta dari daerah studi kan ? Peta topografi yang sederhana (tapi padat informasi) sangat cocok untuk keperluan ini. Peta yg terlalu "wah" umumnya akan dikenakan biaya tambahan pada beberapa jurnal internasional.
  2. GrADS gratis dan open. Saya pikir tidak perlu panjang lebar menjelaskan hal ini. 
Menampilkan data meteorologi, entah itu dari radar atau satelit, itu sudah biasa. Karena memang formatnya sudah dipermudah untuk ditampilkan di GrADS (kalau bukan plain binary, ya netcdf). Lalu bagaimana untuk menampilkan data topografi di GrADS ? Well ... sebenarnya tidak susah, tapi butuh sedikit kejelian. 

Alasannya, data topografi umumnya dipublish untuk ditampilkan dengan pemroses citra seperti ArcGIS, GMT dll, dalam format seperti GIF, TIFF, ASCII dll. Akibatnya, format data jenis ini relatif "kurang familiar" untuk GrADS yg lebih sering bermain di data binary. Oleh karena itu, mencari data topografi yg mudah dibuka dengan GrADS ibaratnya seperti mencari jarum dalam ember yg isinya air (bukan jerami ya :-P). Kenapa saya bilang ember berisi air ? Karena sebenarnya memang gampang, cuma perlu sedikit trik dan kejelian.

Lanjut ke tipe data topografi yang bisa dibuka dengan GrADS. Ada beberapa jenis data yang bisa dipakai :
  1. GTOPO30. Data ini sudah 'uzur', tp masih biasa dipakai.
  2. ETOPO (1,2 dan 5). Data ini relatif baru, dan sudah divalidasi. Yg saya jelaskan di sini adalah tipe 2.
Untuk memperoleh data ETOPO2, silakan akses link berikut : http://www.ngdc.noaa.gov/mgg/global/etopo2.html

Kenapa ETOPO2 ? Yah, namanya juga contoh, kalau mau coba yg 1 atau 5 juga boleh. Tp berhubung saya belum coba, resiko ditanggung sendiri ya :-P

Untuk data ETOPO2, ada beberapa format. Download yg tipe 4-byte-float binary, format LSB. Nama filenya adalah ETOPO2v2g_f4_LSB.zip. Ada dua file didalamnya :
  • ETOPO2v2g_f4_LSB.flt. Ini adalah file data binary yang akan kita buka dengan GrADS.
  • ETOPO2v2g_f4_LSB.hdr. Ini adalah file header dalam format ASCII yg berisi informasi grid, jumlah baris kolom dll dari file binary. Buat yang belum paham, dulu Pak Roy Suryo (menpora sekarang) pernah mempopulerkan tipe data ini dengan istilah "metadata".
Pertanyaan : Kenapa pake format binary 4-byte LSB ? Alasannya, format 4-byte adalah yg umum dipakai di komputer. LSB (Least Significant Byte) adalah byte order yang juga sudah umum dipakai di PC sekarang (misalnya Intel), kecuali anda pakai Sun dkk. Intinya, apapun format yang dipilih, sesuaikan dengan kebutuhan dan platform yang anda pakai.

Bila sudah didownload dan diekstrak, buat file descriptor baru (di direktori yang sama dengan data) untuk membaca data topografi dengan GrADS. Syntaxnya :

* GrADS control file for Reading ETOPO2.
* by Ardhi 20130527 *
*
DSET   ^ETOPO2v2g_f4_LSB.flt
TITLE  Topography
OPTIONS  LITTLE_ENDIAN YREV
UNDEF  999999
XDEF   10801 LINEAR -180 0.03333333333
YDEF   5401 LINEAR -90 0.03333333333
ZDEF     1 LEVELS 1013
TDEF   87600 LINEAR 00Z1jan1998 1dy
VARS    1
elev    0  99   Elevation
ENDVARS 

Yang perlu diperhatikan di sini adalah bagian OPTIONS. Jangan lupa menyertakan LITTLE_ENDIAN dan YREF. Nanti akan saya jelaskan sebabnya. Simpan file dengan nama topo.ctl., lalu buka GrADS. 

Misalnya anda ingin menampilkan topografi daerah Indonesia dan sekitarnya, tuliskan :

open topo.ctl
set lon 90 145
set lat -11 11
set gxout shaded
set mpdset hires
d elev
cbarn

Hasilnya akan seperti ini :


Mudah kan ? 

Kembali ke bagian OPTIONS di file ctl, LITTLE_ENDIAN diperlukan karena format data yang kita olah adalah LSB. Bila anda menggunakan MSB, anda harus menyertakan opsi BIG_ENDIAN.

Lalu untuk YREV. Coba hapus YREV pada bagian OPTIONS, simpan, lalu buka lagi data dengan cara yang sama. Hasilnya akan jadi seperti ini :


Tanpa YREF, GrADS akan menampilkan data secara terbalik, karena format lintang pada data ETOPO2 berbeda dengan GrADS. Opsi YREF akan memberi tahu GrADS untuk "membalik" format lintang yang biasanya digunakan (selatan ke utara) menjadi sebaliknya seperti yang digunakan di ETOPO2.

Mungkin sampai di sini dulu tulisan kali ini. Selamat mencoba :-)

Monday, June 17, 2013

Gunpla #20 - MG Duel Gundam Assault Shroud Review



Finally !! My first Master Grade kit ever !!

I bought this guy at Yodobashi-camera in Yokohama for 2940 Yen. Very cheap as the original price is 4200 Yen, and it could be more expensive in Indonesia. It has 15 runners, the greatest numbers I've ever built, and it took around 3 weeks to be completed (because I was occupied with my research works).

I picked this kit, originally because of the box art and it just blew me away.


See what i meant ? Even though the story of the series was suck, I could not deny that SEED has several best mecha designs in the Gundam history. Well ... let's not consider the SEED HG kits are put into account.

Duel is the first "remastered" of SEED MG kit. Story wise, It's the first GAT-X series built by Earth Alliance and used as the test bed for the other GAT-X mobile suit: Buster, Blitz, Aegis and Strike. It basically has striking similarities with Strike in term of design. As the Strike is the protagonist of Gundam SEED and Duel is one of the antagonist, so why did I picked Duel over Strike ? Well, I like the color scheme of Duel. It's just unorthodox color scheme compared the mainstream white, blue and red color of Strike. Furthermore, it's always fun to collect an antagonist kit. Oh, and don't forget the badass assault shroud armor. It just make Duel much more menacing than ever.


Duel is also the first kit which I top coated. I used Mr. Super Clear flat spray to top coat the main body. Unfortunately, I have not finished building the assault shroud during my stay in Japan, hence the assault shroud left uncoated. This kit has many accessories. Two beam sabers, one beam rifle, one shield, one rail gun rifle, and one bazooka. The assault shroud is really nice. It has so many panel lines and details. Some review said, that the front skirt of assault shroud has tendency to fall off. Well ... mine has no problem with it. It may because of the top coat I used for the main body which made the kit surface rougher hence made it snapped more tightly than the uncoated kit.


This kit comes with two sheets of decal: clear sticker and dry transfer. Honestly, the clear sticker is suck. The color is so dull, and it didn't stick easily on the curve surfaces (e.g on knees), hence I had to modify it slightly to prevent the air trapped beneath the sticker. The dry transfer on the other hand, is nice. I love some markers of the dry transfer on the Duel weapons and armors.



Articulation of this kit is amazing ! Duel could o so many poses without any problems. Sometimes .. just sometimes, there are some parts which getting loose during the process, but it's not a big issue in my case. However, the articulation is limited with assaultshroud equipped.










 





Overall, Duel is a wonderful kit. Clearly one of my favorite MS from SEED series :-)

---------------------------------------------------

GAT-X102 Duel Gundam Assaultshroud

Pros :

  • Amazing detail and cool assaultshroud armor
  • Great articulation and stability
  • Tons of accessories

Cons :

  • Front skirt and some of assaultshroud armor tend to get loose easily
  • The clear sticker is just ... too dull